Sang Anindya di Kafe Itu
Danang membuka pintu kafe, meninggalkan tempat itu setelah ia melakukan seleksi wawancara kerja. Menenteng map serta tas laptopnya yang selalu dibawa kemanapun ia pergi. Hari ini adalah seleksi terakhir untuk calon pegawai Serene Delight. Banyak orang telah ia temui, ia juga berbicara kepada sekitar lima sampai sepuluh orang hari ini.
Wawancaranya berjalan lancar. Danang merasa lega, tidak ada kesalahan yang membuatnya menyesal kali ini. Pandangannya tertuju kepada seorang gadis yang memberi makan sembari ‘sepertinya’ berbicara kepada kucing di hadapannya. Atensi Danang seakan terpaku kepada gadis itu. Ia menyadari bahwa pemudi berparas cantik yang ia lihat juga membawa map yang sama dengannya. Danang memberanikan diri untuk menghampiri gadis itu.
“Permisi, Mbak.” Danang menyapa gadis di hadapannya dengan gugup.
Gadis yang menaruh atensi penuh pada kucing itu langsung menoleh begitu dirinya merasa dipanggil.
“Iya, Mas?” Gadis itu tersenyum membuat Danang semakin gugup.
Danang diam sejenak, berpikir apa yang harus ia lakukan atau katakan.
“Suka kucing, Mbak?” satu-satunya kalimat yang terpikir oleh Danang.
Gadis itu mengangguk antusias. Dia menggendong kucing itu dan berdiri di depan Danang. “Masnya suka kucing juga?” dia bertanya sembari mengelus-elus kucing di gendongannya.
Senyum Danang merekah, ia mengangguk dengan antusias. “Suka, Mbak. Suka banget malah!” Danang menjawab sembari ikut menyentuh bulu-bulu halus kucing itu. Ia berhenti kemudian melihat ke pemudi di hadapannya.
“Kalau boleh tau, nama Mbak siapa, nggih?” tanyanya. Melawan rasa ragu untuk menghilangkan rasa penasaran.
“Titania Abianca,” pemudi itu tersenyum. “Panggil Bian saja.”
Titania Abianca, nama yang akan selalu Danang ingat.
Minggu, sepuluh Desember pukul tujuh tepat. Para pegawai yang diterima dikumpulkan di rooftop kafe untuk mengenal satu sama lain. Danang mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang ia temui beberapa waktu lalu. Beberapa kali ia mengedarkan pandangannya, sosok yang ia cari belum kunjung nampak batang hidungnya.
Para pegawai diarahkan untuk melihat pembagian meja untuk malam ini. Matanya memincing berusaha membaca nama-nama yang tertulis di papan pengumuman. Matanya sedikit buram lantaran minim cahaya, ditambah lagi sebelum datang kemari ia bermain PS di kostan Arshaka.
Danang mendekat tiga langkah, hingga tulisannya cukup terbaca oleh mata. Ia terkejut saat melihat nama yang familier di benaknya; Titania Abianca. Danang duduk di kursi dan meja yang sudah disediakan. Mejanya masih kosong, teman-teman satu mejanya belum datang, bahkan Mikhael pun entah kemana. Biarlah, anak itu memang selalu terlambat.
Sepuluh menit berlalu. Danang mengedarkan pandangannya sekali lagi, mencari teman-teman satu mejanya. Hingga perhatian Danang beralih ke telefon genggam miliknya. Ia membuka sosial media, melihat apa yang dilakukan orang-orang malam ini. Tak lama ia menaruh atensi di telefon genggamnya, ia merasa ada yang menyentuh bahunya. Danang refleks menoleh, desiran di hatinya sudah tidak dapat terbendung, sosok yang ia tunggu akhirnya datang juga.
“Danang? Belum pada ke sini ya? Tadi kayaknya liat Mikha sama Lily. Mana ya..” ucap Abianca sambil mengedarkan pandangannya. Danang juga mengedarkan pandangannya, mencari Mikhael dan Lily yang belum tampak wujudnya.
“Duduk dulu aja Mbak Bian, nanti juga mereka datang.” ucap Danang sembari menarik kursi di sebelahnya.
Abianca masih mengedarkan pandangannya, “Nah itu mereka, sini Lily, Mikhael!” Gadis itu melambaikan tangan kepada Lily dan Mikhael.
Penuh sudah meja mereka. Canda tawa menghiasi rooftop kafe yang telah dipercantik sedemikian rupa. Bukan hanya di meja mereka, di meja lainpun sama cerianya. Belum ada yang mengalihkan atensi Danang terhadap gadis di sebelahnya. Ia memperhatikan bagaimana Abianca berbicara, manis senyumannya, dan cantik tertawanya.
Abianca yang cantik malam ini– tidak, Abianca selalu cantik. Ia harap, jam tidak berdetik terlalu cepat. Ia masih perlu banyak waktu untuk mengagumi paras manis milik Abianca, setidaknya untuk malam ini saja.
Abianca yang selalu tersenyum, Abianca yang suka kucing, Abianca yang pandai membuat makanan manis, Abianca yang sukses membuat Danang jatuh hati di pertemuan ketiga.